Sabtu, 23 Februari 2013

Pisah

Ada yang bisa bercerita bagaimana rasanya mencintai orang yang tak boleh dicintai? Karena beda, beda yang tak berujung? Saya pernah... tak ada yang menghalau rasa. Tidak ada yang bisa. Bahkan saya sendiri. Saya yakin dia orang yang paling mengerti... Mengerti saya sepenuh hati. Luar dalam saya. dia yang paling memahami.

Bayangkan? Saya akan kehilangan orang yang seperti itu dalam hidup saya. Saya akan kehilangannya. Saya tak akan pernah memilikinya. Tuhan melarang. Orangtua jelas. Negara? Tak ada yang mau merestui kita kecuali cinta kita sendiri. Kecuali harapan bahwa suatu saat kita bisa bersama. Meskipun bagaimana jalannya nanti.

Saya tidak tahu. Saya hanya merasa, kehilangannya adalah satu hal terburuk, terberat dalam hidup saya. Karena bernapas tak akan menjadi seringan biasanya. Karena tawa tak akan selepas dulu.. Karena hidup tak akan menjadi seindah waktu itu.

Saya lupa kapan terakhir saya bahagia. Kapan terakhir saya merasakan indahnya mengasihi, dikasihi secara tulus dan nyata. Mungkin itu terjadi tiga bulan lalu. Saat saya benar-benar mengerti, bagaimana indahnya ada di dekatmu. Berada dalam tempat yang sama, bergerak bersama, bernapas bersama. Saya ingin mengulangnya nanti. Saya sudah berjanji saya akan menggulung jarak dan menjadikan kita dekat kembali. Walau hanya dalam beberapa hari. dalam hari itu saya mencoba mengumpulkan napas, mengisi energi banyak-banyak, sebanyak mungkin agar saya bisa kembali siap berjauhan. Saya ingin mewujudkan itu.. Lagi.

Tapi berat. Berat melanjutkan ini semua ketika kita dihadapkan dalam suatu badai besar di depan. Kita tak lagi satu, tak lagi seirama, tak lagi sama. dari dulu... tapi hati. Saya, dia, kita... hanya mengandalkan hati.. Tidak ada lagi pemersatu. Bisa kita hidup sendiri-sendiri? Merobohkan seketika impian dan harapan yang kita bangun susah payah.

Jumat, 22 Februari 2013

Goodbye lagi


Kata-katanya tajam bak sembilu. Perih menyayat hati. Sudah berkali-kali tapi hebatnya aku masih disini, tegak berdiri. Dan bahkan hati ini sejujurnya masih berfungsi. Masih bisa merasa, masih bisa mencinta. Tak ada alasan lain yang mendorong saya tetap disini. Selain kecintaan dan rasa. Mencoba berdamai dengan sakit. Melawannya dengan kebaikan.

Penawarnya tak ada selain tulusmu, kalimat bijakmu yang bahkan tak pernah ada. Sejujurnya penawar itu tak ada. Kalau penawar itu tak ada, buat apa saya tetap ada disini selain membuang waktu dan menyakitkan diri?

Saya wanita normal yang butuh sanjung puji, kalimat baik, dan segala hal ketulusan lain yang membuat saya semakin dihargai. Bukan yang seperti ini..

Doaku sederhana. Yang saya mau hanya yang terbaik. Terbaik meskipun tak pernah membuat bahagia tak masalah. Ini yang membuat saya semakin kuat. Pergi saja dan tak kembali, dari pada terus disini tanpa bisa bersatu. Menghadapi beda yang seolah tak berujung.

Terimakasih yang sudah menemani. 

Kamis, 21 Februari 2013

Corat-Coret: Lagi lagi day dreaming

Corat-Coret: Lagi lagi day dreaming: Kalau bukan karena apa yang kuyakini sejak lama bahwa mimpi itu tak akan menjadi sia-sia selama kemauan dan doa itu tetap bergema. Dan seti...

Lagi lagi day dreaming


Kalau bukan karena apa yang kuyakini sejak lama bahwa mimpi itu tak akan menjadi sia-sia selama kemauan dan doa itu tetap bergema. Dan setiap ujung hidupku ini terukir mimpi itu, terpatri sejak lama... tersimpan, tanpa terjamah. Aku pun enggan. Kuanggap tak ada guna aku mengukir mimpi kalau masa depan ini nyata-nyata sudah terpampang di depan mata. Sudah digariskan, direncanakan, bahkan bukan tanganku yang melakukan. Tapi seseorang hadir begitu saja. Tanpa permisi, tanpa mengetuk pintu. Seperti hantu yang show up, mengagetkanku, memutar balikan hidupku, menjungkir balikannya 180 derajat. Apa-apa saja yang sudah tertata dalam barisannya, dalam tempatnya, ditiupkan badai hingga porak poranda. Susunan rapi itu sekarang berantakan. Dan dalam hingar bingar kejutan hidup ini, aku menemukan mimpi yang terpatri sejak lama itu. Ia-nya tiba-tiba hadir. Meskipun tidak langsung menawarkan mimpi. Tapi kisahku, kisahnya, sama seperti apa yang pernah aku cita-citakan.



                           



Hidup dengannya serasa punya tujuan. Hidup dengannya seperti mengembalikan mimpi. Bahwa mimpi itu harusnya tidak stagnan. Mimpi itu segala hal yang dituju. Tempat dimana kita berjuang keras meraihnya, tempat dimana kita jatuh bangun memohon doa, dan bersuka cita kala itu semua sudah terwujud. Tanganku tidak bisa menuliskan apa-apa tanpa pikirannya, tanpa campur tangannya., tanpa tindak-tanduknya yang kadang aneh, gila, menyebalkan.
Kesegalanya, meskipun ia memporak-porandakan tatanan itu, perlahan ia mengajari bagaimana menyusun tatanan itu secara baik, tapi tetap menyenangkan. Seperti memasang kembali puzzle-puzzle, tentang tujuan hidup, tentang impian, cita-cita... tentang pahit dan kerasnya perjuangan, tentang sakitnya air mata, tentang cinta kasih Tuhan yang begitu luas, begitu besar.

Menjalankan hidup tanpanya memang tidak mudah. Semua tak akan lagi sama, semua tak akan lagi seimbang. Seperti burung kehilangan separuh kepakan sayapnya. Seperti jasad tanpa nyawa. Diam, mati, tidak ada lagi tujuan.

Betapapun rumitnya kisah ini... semuanya akan menjadi abadi dalam tulisan. Semoga.


Menjalankan hidup tanpanya memang tidak mudah. Semua tak akan lagi sama, semua tak akan lagi seimbang. Seperti burung kehilangan separuh kepakan sayapnya. Seperti jasad tanpa nyawa. Diam, mati, tidak ada lagi tujuan.

Betapapun rumitnya kisah ini... semuanya akan menjadi abadi dalam tulisan. Semoga.

Menjalankan hidup tanpanya memang tidak mudah. Semua tak akan lagi sama, semua tak akan lagi seimbang. Seperti burung kehilangan separuh kepakan sayapnya. Seperti jasad tanpa nyawa. Diam, mati, tidak ada lagi tujuan.
Betapapun rumitnya kisah ini... semuanya akan menjadi abadi dalam tulisan. Semoga.

Betapapun rumitnya kisah ini... semuanya akan menjadi abadi dalam tulisan. Semoga.